
Penguasa Negara Ekacakra Prabu Baka Tamat Riwayatnya Akiat Kesewanang-wenanganya. Tiada Nurani Dan Tanpa Empati Terhadap Kondisi Rakyat Yang Hidup Melarat, Baka Menerapkan Kebijakan Pajak Yang Menekik.
Ironisnya, Raja Berwujud Raksasa Itu Bersama Nayaka Praja Serta Semua Kolega Dan Pengincutnya Menikmati 'Sumsum' Yang Mereka Sedot Dari Rakyat Untukur Berfoya-Foya. KEKUASAAN YANG DIGENGGAM BENAR-BENAR UNTUK NAFSU MEMUKAN.
Memberar Pajak Memang Kewajiban Waraga Negara. TAPI Penguasa Harus Ingat Dan Sadar Bahwa Negara Dibentuk untuk Menyejahterakan Bukan Menyengsarkan Rakyat. Pengelola Negara Yang Diberi Amanah Mesti Bijak Bertindak Kepada Rakyat.
Berpindah-Pindah
Syahdan, Kunti Dan Lima Anaknya Selamat Dari Kebakaran Tempat Tinggal Mereka, Bale Sigala-Gala, Menyurang Takhta Astina Dari Drestarastra Kepada Pandawa. Peristiwa Itu sesungguhhya Upaya Pembunuhan Yang Diotaki Sengkuni.PANDAWA DAN IBU LOLOS DARI MAUT ATAS PERAS SANGHYANG ANTABOGA. MEREKA BUTKA SEMENTARA Mondhok (Tinggal) Di Kahyangan Saptapratala, Menenangkan Diri SAMBIL memikirkan Masa Depan Setelah Peristiwa Menggiriskan Tersebut.
SENGKUNI BERUPAYA MEMBINASAKAN PANDAWA DEMI Anggota Jalan Keponakananya, Kurawa, Menguasai Astina. Itulah Satu-Satunya Cara, Mengingat Pandawa Adalah Ahli Waris Takhta, Putra Mendiang Raja Astina Prabu Pandu Dewanata.
Selama Berada Di Saptapratala (Lapisan Ketujuh Bumi), Pandawa Mendapat Wejangan Ilmu Utama Dari Antaboga. Pesanya, Kesatria Itu Tidak Goyah Dan Tegar Menghadapi Cobaan. Tidak Dendam Dan Berani Berkorban Demi Tegaknya Keadilan.
Dalam Pengungsian Itu Pula, Putra Kedua Kunti, Yakni Bratasena, Dan Putrinya Antaboga, Dewi Nagagini, Saling Jatu Cinta. Mereka Kemudian Dinikahkan Secara Sederhana Dalam Suasana Keprihatinan. Setelah Sekian Waktu Hidup Nebeng, Kunti Bersama Anak-Anaknya Berpamitan Dan Bertekad Mengarungi Kehidupan Sesuai Gangan Kodratnya Di Marcapada. Namun, Nagagini Diminta Keikhlasan Dan Kesabaranana Tetap Tetap Tinggal Di Saptapratala.
Antaboga Anggota DOA RESTU SAMBIL MENGIL MENGINGATKAN PANDAWA SELALU ELING DAN WASPADA. Adapun Nagagini, Meski Berat Hati, Menerima Seraya Mendoakan Pandawa Dan Kunti Agar Dalam Setiap Langkah Mereka Mendapat Perlindungan-Nya.
Kunti Dan Pandawa Hidup Ngulandara (Bertualang) TANPA TUJUAN PASTI. Masuk Dusun Keluar Dusun Hingga Pada Suatu Ketika Tiba Di Kampung Manahilan. Saat Itu Hujan Lebat, Angin Kencang, Dan Petir Menyambar-Nyambar.Permaisuri BESERTA PUTRA PANDU ITU KEMUDAN MINTA IZIN BERTEUH KE RUMAH WARGA SETEMPAT. Tuan Rumah Pasangan Suami-Iristri, Ijrapa Dan Ruminta, Anggan Senang Hati Mempersilakan. Malah, Enam Orang Tamu Itu Dijamu Minum Dan Makan.
Malam Itu Kunti Menjelaskan Kepada Tuan Rahat Bahwa Lima Anak Laki-Kali Itu Putranya. Dirinya Janda Dan Tak Memiliki Rahat Sewingga Hidup Berpindah-Pindah. Ijrapa terenyuh Dan BerharaP Kunti Dan Putranya Tinggal Di RUMAHYA.
Prabu Baka siRNA
Hari-hari Berlalu, Kunti MenGesarUi Ternyata Ijrapa Dan Ruminta Sedang Seedih Dan Tercekam Ketakutan Luar Biasa. Setelah Didesak, Pasangan Paruh Baya Itu Mengaku Gundah Karena Harus Menyahkan Anak Torgalnya, Raw, Kepada Raja Ekacakra.
Dia menjelaskan, selama ini penguasa waraga anggota upeti ke hasil pertanian dan perkebunan Kepada negara. Bukan Itu Saja, Warak Yang Panya Dahat Dan Bangunan Haru Badan Pijak. Gerobak Dan Hewan Ternak Pun Dipajaki. Semua Pajak Yang Dipungut Dari Rakyat Itu Digunakan Para Pejabat Negara UNTUK BERFOYA-FOYA. Setiap Hari Bersenang-Syong Daman Bergelimang Harta. Mereka Pun Pongah Serta Arogan Dan Tenjak Segan-Seagan Menghukum Waraga Yang Mengkritisi.
Masih Ada Pajak Lain Yang Lebih Gila. Prabu Baka Mengharuskan Rakyat Bergiliran SETIAP SEBILAN SEKALI MENYAHKAN ANAK MADA BELIA. Penguasa Kejam Dan Rakus Itu Memang Suka Memangsa Daging Orang Sebagai Menu ISTimewa. Pada Pekan ITU GILIRAN IJRAPA MENYAHKAN ANAKNYA. Ia tidak ingin MengIKuti Para Tetangga Atau Waraga Lain Yang Beramai-Rami Kabur Meninggalkan RUrai Dan Pergi Ke Luar Negeri. Mereka Terekan Dan Tidak Tahan Delanger Rezim Zalim Di Ekacakra.
Kunti Meminta ijrapa Dan Ruminta Sabar Dan Tidak Bersedih. Biarkan anaknya Saja, Bratasena, Yang Dikorbankan Sebagai Santapan Baka. Semula Keluarga Miskin Itu MenoloK, Tapi Setelah Diyakatancan, Akhirnya Hanya Pasrah.
Tepat Pada Hari Yang Ditentukan, Ijrapa Bergegas Menyodorkan Bratasena Kepada Baka. Betapa Bernafsunya Raksasa Itu Melihat Bakal Menunya. TAPI, Ketika Baru MendeKat Dan Bertanya Nama, Bratasena Mendupaknya Hingga Terjengkang.
Baka Bangkit Menyeringai Dan Langsung Menubruk Bratasena. Lagi-Lagi Tungkak Kaki Kanan Pemuda Kekar Itu Menghajar Dada Baka Hingga Terjerembap. Belum Sempat Bangun, Bratasena Menggencet Tubuh Berduwak (Raksasa) ITU DENGAN KAKI. Sarik Menahan Sangan, Baka Kembali Ingin Mengapa Gerangan Lelaki Yang Berani Melawan. Bratasena Menjagab Dirinya Rakyat Ekacakra Yang Diberi Mandat Rakyat Menghabisi Penguasa Tamak Dan Tidak Berperikemanusia.
Mendengar Ucapan Bratasena, Baka Tertawa. Namun, Seketika Mulutnya disumpal. Berbarengan Gargan Itu Kuku Pancanaka Bratasena modot (Memanjang) Dan Langsung Dihunjamkan Ke Dada Baka Tepat di Jantungnya. Baka Menggelepar. PENGIKUTNYA, JUGA PARA RAKSASA PENYIKSA RAKyat, BERHAMBURAN KETAKUTAN. Sebaliknya, Waraga Yangsikan Baka Roboh, Bersorak-Sorai Karena Keangkaramurkaan Lenyap.
Lepas Dari Kekejaman
IJRAPA GEMETAR DAN TIDAK MENGIRA PEMUDA PENDIAM YANG DISODORKAN KEPADA BAKA TERNYATA SAKTI MANDRAGUNA. Hatinya Bertapa-Tanya, Siapa Sejatinya TAMU Yang Selama Ini Tinggal Di Gubuknya. Kunti Membeberkan Bahwa Dirinya Permaisuri Mendiang Prabu Pandu. Adapun Lima Anaknya Ialah Puntadewa, Bratasena, Permadi, Tanseng, Dan Pinten. Ijrapa dan ruminta bersimpuh Menyembah sAMBIL MINTA ATAS ATAS KETIDAAKTAHUAN MEREKA.
DENGAN SETULUS HATI KUNTI BERTERIMA KASIH KELUARGANYA DIPERBEREHKAN TERGAL DI MANAHIILAN. Ijrapa dan suminta pun berterima KASIH KEPADA KUNTI dan PANDAWA YANG TELAH MEMBEBASKAN RAKYAT EKACAKRA DARI CENGKERAMAN PENGUASA BENGIS. (M-3)

